Kamis, 20 Januari 2011

kanji

Kanji  (漢字?), secara harfiah berarti "aksara dari Han", adalah aksara Cina yang digunakan dalam bahasa Jepang. Kanji adalah salah satu dari empat set aksara yang digunakan dalam tulisan modern Jepang selain kana (katakana, hiragana) dan romaji.
Kanji dulunya juga disebut mana (真名?) atau shinji (真字?) untuk membedakannya dari kana. Aksara kanji dipakai untuk melambangkan konsep atau ide (kata benda, akar kata kerja, akar kata sifat, dan kata keterangan). Sementara itu, hiragana (zaman dulu katakana) umumnya dipakai sebagai okurigana untuk menuliskan infleksi kata kerja dan kata-kata yang akar katanya ditulis dengan kanji, atau kata-kata asli bahasa Jepang. Selain itu, hiragana dipakai menulis kata-kata yang sulit ditulis dan diingat bila ditulis dalam aksara kanji. Kecuali kata pungut, aksara kanji dipakai untuk menulis hampir semua kosakata yang berasal dari bahasa Cina maupun bahasa Jepang.

SEJARAH KANJI
Secara resmi, aksara Cina pertama kali dikenal di Jepang lewat barang-barang yang diimpor dari Cina melalui Semenanjung Korea mulai abad ke-5 Masehi. Sejak itu pula, aksara Cina banyak dipakai untuk menulis di Jepang, termasuk untuk prasasti dari batu dan barang-barang lain. 
Sebelumnya di awal abad ke-3 Masehi, dua orang bernama Achiki dan Wani datang dari Baekje di masa pemerintahan Kaisar Ōjin. Keduanya konon menjadi pengajar aksara Cina bagi putra kaisar.[1] Wani membawa buku Analek karya Kong Hu Chu dan buku pelajaran menulis aksara Cina untuk anak-anak dengan judul Seribu Karakter Klasik.[2] Walaupun demikian, orang Jepang mungkin sudah mengenal aksara Cina sejak abad ke-1 Masehi. Di Kyushu ditemukan stempel emas asal tahun 57 Masehi yang diterima sebagai hadiah dari Cina untuk raja negeri Wa (Jepang).[1]
Kaisar Ōjin
Dokumen tertua yang ditulis di Jepang menurut perkiraan ditulis keturunan imigran dari Cina. Istana mempekerjakan keturunan imigran dari Cina bekerja di istana sebagai juru tulis. Mereka menuliskan bahasa Jepang kuno yang disebut yamato kotoba dalam aksara Cina. Selain itu, mereka juga menuliskan berbagai peristiwa dan kejadian penting.[2]
Sebelum aksara kanji dikenal orang Jepang, bahasa Jepang berkembang tanpa bentuk tertulis. Pada awalnya, dokumen bahasa Jepang ditulis dalam bahasa Cina, dan dilafalkan menurut cara membaca bahasa Cina. Sistem kanbun (漢文?) merupakan cara penulisan bahasa Jepang menurut bahasa Cina yang dilengkapi tanda diakritik. Sewaktu dibaca, tanda diakritik membantu penutur bahasa Jepang mengubah susunan kata-kata, menambah partikel, dan infleksi sesuai aturan tata bahasa Jepang.
Selanjutnya berkembang sistem penulisan man'yōgana yang memakai aksara Cina untuk melambangkan bunyi bahasa Jepang. Sistem ini dipakai dalam antologi puisi klasik Man'yōshū. Sewaktu menulis man'yōgana, aksara Cina ditulis dalam bentuk kursif agar menghemat waktu. Hasilnya adalah hiragana yang merupakan bentuk sederhana dari man'yōgana. Hiragana menjadi sistem penulisan yang mudah dikuasai wanita. Kesusastraan zaman Heian diwarnai karya-karya besar sastrawan wanita yang menulis dalam hiragana. Sementara itu, katakana diciptakan oleh biksu yang hanya mengambil sebagian kecil coretan dari sebagian karakter kanji yang dipakai dalam man'yōgana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar